Kaji Edan

Refleksi Onny Hendro

Saturday, June 03, 2006

Talang


Esai Widi Yarmanto (GATRA)

KEAJAIBAN atau mukjizat dalam beberapa pekan ini menyentuh kita. Berbarengan dengan ''tontonan'' mahadahsyat gelombang tsunami dan gempa bumi yang memorak-porandakan wilayah Aceh dan beberapa negara lain, Tuhan juga menyuguhkan kekecualian di luar akal manusia.

Misalnya, ada yang tergulung ombak berlumpur hitam ratusan meter, tapi masih hidup. Ada bayi satu setengah bulan yang nyangkut di bubungan rumah, tapi tetap sehat walafiat walau beberapa hari tanpa makan-minum. Ada pula bocah yang tiba-tiba ''bangun'' di antara ratusan jenazah yang siap dikuburkan.

Gelombang dahsyat yang menyingkir kala mendekati kompleks pemakaman Raja Samudra Pasai di Desa Beuringen, Aceh Utara, juga jauh dari nalar normal. Waktu itu, air hanya berputar-putar dan menjauhi pemakaman kerajaan Islam itu, setelah menyapu manusia dan rumah-rumah di sekitarnya.

Di kompleks tersebut, air cuma menggenang 15-20 sentimeter. ''Padahal, di luar kami, air sudah setinggi dua meter,'' kata M. Yakob. Dari 30 kepala keluarga yang berada di desa sejauh satu kilometer dari pantai itu, M. Yakob adalah satu di antara 10 orang yang selamat karena berlindung di makam.

Mukjizat lain di depan mata adalah kisah Nyonya Agian Isna Auli. Ia, yang koma pasca-operasi caesar sejak Juli 2004 itu, tiba-tiba bangun dari tidur panjangnya. Dari hasil CT-Scan diketahui bahwa fungsi organ tubuhnya mengalami disconnecting saraf otak. Harapan hidupnya pun tipis.

Oleh sebab itu, suami Agian, Panca Satriya Hasan Kesuma, berkali-kali meminta agar istrinya di-euthanasia, disuntik mati saja ketimbang penderitaannya berkepanjangan. Warga Bogor ini pun mengutarakan niatnya pada DPRD Bogor dan ke Pengadilan Negeri Jakarta. Syukurlah, tak dikabulkan.

Dan, tiba-tiba Nyonya Agian siuman. Ia, yang dulu tidak mampu merespons suara, kini bisa berbicara, bercanda, dan bahkan mengingat potongan syair lagu kesukaannya: Goyang Dombret. Memang memorinya belum sempurna, tapi surat Al-Fatihah mampu dilafalkan utuh.

Koma juga pernah dialami Ir. Onny Hendro, 35 tahun. Waktu itu, tahun 1995, rekan saya ini mengalami kecelakaan di tol Cikampek. Mobilnya terbalik di jalur pembatas. Ia tak ingat siapa yang nyopiri. Yang pasti, teman satu mobilnya meninggal setelah koma lebih dari empat tahun.

Onny ''hanya'' koma 25 hari. Dan, selama tidur panjang itu, ia seperti menghadapi layar lebar perjalanan hidupnya. Segala ulah Onny dan perilaku kenalan dia tersorot diputar ulang. Buntutnya, begitu sadar, beragam kebusukan orang di layar itu melekat pada otak Onny. Ia muak oleh kemunafikan mereka.

Selain itu, ''Saya menjadi sensitif, peka,'' katanya. Melihat seseorang, langsung bisa membaca pikiran dan kelicikannya. Onny memang tak berani menjamin ramalannya 100% jitu, tapi paling tidak 70-80% oke. Bukan hanya itu, ia juga merasa ucapannya bertuah. ''Saya takut bicara yang jelek-jelek,'' katanya.

Maka, sifat pemarahnya pun ditekan. Bila ada orang yang mencemooh, mencaci, menghina, memfitnah, bahkan seumpama meludahi pun, tidak akan dibalasnya. Padahal, dulu Onny dikenal sebagai preman yang main tempeleng. Perilakunya berubah total. Hidup itu harus bermanfaat bagi orang lain.

Kini Onny prihatin atas moral bangsa ini yang nyaris hilang kepekaan dan tak punya rasa malu. Misalnya, tinggal di kompleks mentereng, mobil berderet, tapi giliran dimintai sumbangan untuk kepedulian sosial, aduh pelitnya minta ampun. Uangnya cuma menetes. Tak sebanding dengan rezeki dari Allah.

Maka, di mata Onny, berbuat baik itu terasa jadi barang langka. Karena itu, ia ingin memberi keteladanan. Nasihat ''jika tangan kananmu memberi, tangan kirimu jangan sampai tahu'' tidak sepenuhnya disepakati. Ia memberi justru berharap agar amalnya diketahui orang, dengan catatan: ''Tuhan, tolong tutup keran keriya'an saya.''

Dan, jika Islam mewajibkan zakat 2,5%, Onny bisa menyisikan 60% rezekinya untuk zakat, infak, dan sedekah. Ia mengibaratkan diri sebagai talang air, yang sekadar basah. Konsep meringankan umat ini, alhamdulillah, justru membuat rezeki Onny, yang juga memiliki sekitar 100 karyawan itu, tidak pernah kekurangan.

Rezeki datang tanpa dinyana. Bayangkan, saat keluar dari rumah sakit, Onny masih punya utang Rp 4 juta. Rumah dan mobilnya ludes. Tapi, enam bulan kemudian, ekonominya pulih. ''Itu sangat sulit dinalarkan. Tak masuk akal,'' katanya, sembari geleng-geleng kepala dan menyebut kebesaran Allah.

Hidupnya pun tanpa keserakahan. Jika ada sanak atau teman perlu bantuan, ia tak segan-segan menolong. Kendati orang yang ditolong itu belakangan ngemplang plus menjelek-jelekkan, Onny tetap menggusur kebencian dari otaknya. Maka, kala rekan itu datang tanpa malu dan minta tolong, ''Ya, saya menolongnya,'' katanya.

Konsep ''talang air'' tetap dijalani. Beberapa waktu lalu, Onny mengumrahkan 15 orang ke Tanah Suci. Dan, belum lama ini, ia merayakan syukuran 10 tahun pernikahannya. Tiba-tiba telepon genggamnya berbunyi. Dari seorang mantan guru SMA-nya. Namun, sebelum guru itu menyampaikan maksudnya, Onny sempat berpikir negatif: ''Ah, paling minta tolong!''

Ternyata salah. Guru itu hanya memohon maaf karena tidak bisa menghadiri pesta syukuran Onny. Ayah dua anak ini langsung terdiam. Pikirannya yang kotor membuatnya gelisah. Sanubarinya gundah. Rupanya, ia masih melihat dan mendengar seseorang bukan dengan ''mata hati''. Buntutnya, ''Saya menangis. Malu pada diri sendiri,'' kata Onny.

Saat itu, sepertinya, Onny tengah dijewer Allah --sebelum pikiran buruknya terlampau jauh menggerogoti diri. Membebaskan diri dari batin kotor memang tidak mudah, kawan!

widi@gatra.com
[Esai, Gatra Nomor 10 Beredar Jumat, 14 Januari 2005]
Catatan: Ilustrasi diambil dari Majalah GATRA pada artikel tersebut

2 Comments:

Anonymous Anonymous said...

yg terhormat Sdr.Onny,
Senang sekali membaca pengalaman anda, saya juga mengalami sesuatu dlm kehidupan saya di Indonesia dan di amerika sekarang ini seperti yg Onny katakan jg.....kadang2 kita harus melihat diri kita sendiri/self control...apakah kita sudah berbuat baik atau lebih baik dr yg terdahulu terhadap sesama manusia didunia ini...dan saya yakin apa yg ada baik uang/kekayaan yg telah kita capai hanyalah titipin dr Allah SWT...i have no doubt for this...dan ingat kita tidak pernah membawa mati harta kekayaan kita keliang kubur...tp hanya satu yg kita tinggalkan pd dunia ini...yakni APA YG TELAH ANDA PERBUAT DI BUMI/DUNIA INI.

Note: senang sekali bila saya bisa mengenal dan bertukar pengalaman terhadap Sdra.Onny
Terimakasih

Richie di Sacramento,California,USA

October 19, 2006 4:21 AM  
Blogger andrey said...

Banyak pelajaran dari pengalaman mas Onny...request mas di tambah lagi tulisan nya mas....

August 14, 2008 4:15 PM  

Post a Comment

<< HOME/HALAMAN MUKA